Hidup tak
selalunya menawarkan kemulusan jalan takdir yang membuat kita selalu merasa
bahagia dan bahagia. Ada kalanya Allah mencobakan pada diri kita, untuk bertemu
dengan episode fitnah, kebencian dan efek samping dari rasa iri pada diri orang
lain yang tak menyukai kita. Hal itu kadang mau tak mau memaksa diri untuk
harus melaluinya, walau dengan bagaimana rasanya hati dan keadaan logika. Dan
bagaimanakah sikap terbaik bagi kita saat harus harus menjadi pelakon dari
semua itu?
Sejarah
telah mengukir sebuah kisah mulia, dari pribadi yang dirindukan oleh surga,
Rasulullah Sallallahu alaihi wassalam, yang dari beliau kita bisa mendapatkan
banyak pelajaran dari sebaik- baiknya panutan. Tak terkecuali tentang
keanggunan dan kedamaian beliau dalam menghadapi fitnah, kebencian, permusuhan,
dan hal- hal negatif lain yang digariskan Allah untuk menjadi cobaan dalam
hidup-Nya.
Dan
kemuliaan itu terwujud dalam indahnya akhlak
beliau yang seakan menjadi mutiara dalam hati orang beriman. Mutiara
tentang ketinggian budi, yang membedakannya dengan sebuah batu. Mutiara yang
bisa tetap muncul dan bersinar, walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam
lumpur.
Dan
jadilah nama beliau terabadikan hingga akhir jaman, sebagai seorang pribadi
yang identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan di hormati
kawan, dan bahkan sangat dirindukan surga.
Semua
adalah karena kesholehan beliau, serta akses kuat hati-Nya yang selalu
bergantung penuh kepada yang Maha Hidup, Dan yang maha melihat, Allah Swt.
Tiada sama sekali kekhawatiran akan predikat penyair gila, tukang sihir, dan
atau pendusta, yang telah disematkan kepada beliau dari orang- orang kafir.
Yang beliau Lakukan hanyalah percaya, bahwa jika cobaan itu hadir, maka semua
adalah bagian dari rencana Allah, seperti yang telah Allah firmankan dalam Al
Qur'an yang mulia,
“Katakanlah
(Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah
bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakal orang-orang
yang beriman.” (QS. At Taubah: 51).
Dan
begitulah, ketika hati telah berserah kepada sang Allah, maka akhirnya semuapun
kemudian terasa begitu tenang, dan mengalir seperti dalamnya aliran sungai,
yang sama sekali tidak terlihat beriak.
Maka
sunggguh, seluruh rentetan polusi fitnah yang mampir di telinga, akan dengan
mudah pergi, sebelum mereka meninggalkan bekas jejak mereka di hati orang-
orang yang selalu Mengingat kebesaran dan Maha sempurnanya Allah Swt. Dan
ketika mereka berbuat salah dan menyakiti sesama, sebelum orang lain menghujat
dan menjelaskan tentang kesalahannya, maka hati nuraninya sendiri yang akan
mengingatkan dan menghukumnya. Maka dari itu, dengan mudahnya pula, meluncur
kata maaf seraya tekad kuat untuk memperbaiki kesalahannya. Namun ketika mereka
tidak mendholimi seseorang, betapapun niat jahat orang lain terasa sangat
memojokkan dan mengkambing hitamkannya, maka dengan tenang dan penuh tawakkal
dia akan melewati ujian itu, bahkan seraya mendoakan tetap tentang yang terbaik
bagi orang yang telah menjahatinya.
Dan semua
hanyalah masalah waktu. Waktu yang akan
menguji keseriusan seseorang tentang seberapa benar yang telah dikatakannya
benar. Dan waktu pula yang akan menjawab, tentang kamuflase kebenaran yang
memang pada awalnya ditunjukkan sebagai benar, apakah tetap benar, dan atau
berakhir dengan sebaliknya. Akhirnya, waktu pula yang akan memberi kesimpulan
akhir tentang suatu pendapat kita
Lalu,
mengapa kita masih harus bersedih dengan sebuah fitnah atau perkiraan manusia
yang hanya berdasar pada referensi pikiran dan indra mereka yang sangat
terbatas. Dan sudahkah kita mendahulukan ridho Allah dan pendapat-Nya, atas
sesuatu yang kita perbuat atau kita ucapkan? Maka sudah saatnya jujur pada
nurani kita sendiri.
"Allah
tidak menjanjikan hidup selamanya bagaikan musim semi,namun Allah Menghadirkan
musim gugur agar kita sedikit tertunduk memandang daun-daun yang berguguran.
Tidak selamanya yang diatas tak pernah terjatuh,namun yang terpenting adalah
bagaimana bijaknya kita menyikapi kejatuhan kita, adalah ketentuan-Nya. Tetap
bersyukur dengan apapun yang terjadi..
Allah
tidak menjanjikan hidup selamanya dalam musim kemarau, namun Allah singgahkan
musim hujan karena bukti sayang Allah pada hamba-hamba-Nya. Allah Mengajari
manusia dengan cara-cara-Nya yang sempurna. Andai kesusahan adalah gerimis, dan
kesenangan adalah matahari,maka kita butuh kedua-duanya untuk melihat
pelangi.."
Wallaahu
a'lam bis showwab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar