A. Deskripsi
Solo atau Kota Surakarta adalah kota kuno yang dibangun oleh Paku
Buwana II. Riwayat kota ini tidak bisa lepas dari sejarah Keraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat yang merupakan penerus trah Kerajaan Mataram Islam yang
dibangun oleh Panembahan Senopati. Keraton Mataram Islam memang beberapa kali
berpindah tempat, pertama dari Keraton Kotagede (Kota Yogyakarta) berpindah ke
Keraton Plered (Kab. Bantul) pada masa Amangkurat I, kemudian pada masa
Amangkurat II berpindah ke Keraton Kartasura (Kab. Sukoharjo) karena Keraton
Plered rusak akibat pemberontakan Trunojoyo. Keraton Kartasura digunakan oleh
Amangkurat II hingga masa Paku Buwana II (antara tahun 1680—1742 Masehi)
(http://id.wikipedia.org).
Pada masa pemerintahan Paku Buwana II, terjadi peristiwa “Geger
Pecinan”, yaitu pemberontakan laskar-laskar Cina yang didukung oleh beberapa
pangeran dan kerabat raja. Menurut www.kratonsurakarta.com, pemberontakan ini
dimulai sejak 1740 ketika VOC memberlakukan kebijakan untuk mengurangi jumlah
orang Cina di Batavia, sehingga banyak orang Cina yang mengungsi ke wilayah
Jawa Tengah dan membentuk laskar-laskar perlawanan. Pelarian laskar-laskar Cina
tersebut ternyata mendapat dukungan dari para bupati di wilayah pesisir. Secara
diam-diam, Paku Buwana II juga mendukung gerakan perlawanan laskar Cina
terhadap VOC ini melalui patih kerajaan, yaitu Adipati Natakusuma. Tujuannya
untuk memukul mundur kekuasaan VOC di wilayah kekuasaan Mataram Kartasura.
Namun, melihat Kota Semarang yang menjadi pusat VOC di Timur
Batavia tidak kunjung jatuh ke tangan orang-orang Cina, Paku Buwana II menarik
dukungannya dan kembali memihak VOC untuk memerangi perlawanan laskar Cina.
Untuk menutupi kecurigaan VOC, Susuhunan (artinya ‘yang disembah‘, sebutan
untuk Raja) menangkap Adipati Natakusuma yang akhirnya dihukum buang ke Sailon
(Srilanka). Akan tetapi, ternyata kekuatan pasukan Cina tidak berangsur surut,
melainkan tambah kuat dengan dukungan Bupati Pati, Bupati Grobogan, dan
beberapa kerabat raja. Bahkan laskar Cina ini mampu mengangkat Mas Garendi
(cucu Amangkurat III) sebagai penguasa yang baru atas kerajaan Mataram
Kartasura dengan gelar Sunan Kuning (yang bermakna raja yang didukung oleh
orang Cina).
Pada tahun 1742, pihak kerajaan makin terdesak, sehingga Raja,
kerabat, dan pengikutnya yang masih setia harus mengungsi ke Ponorogo, Jawa
Timur. Para pemberontak berhasil menduduki dan merusak bangunan Keraton
Kartasura. Pemberontakan baru dapat dipadamkan setelah Paku Buwana II dibantu
pasukan VOC menyerbu laskar Cina (http://id.wikipedia.org). Meskipun kembali
bertahta, namun Susuhunan merasa pusat kerajaan di Keraton Kartasura tidak
layak lagi untuk ditempati. Sebab, menurut kepercayaan Jawa, keraton yang sudah
rusak telah kehilangan “wahyu”. Oleh sebab itu, maka Susuhunan kemudian menugaskan
Adipati Pringgalaya, Adipati Sindureja, Mayor Higendorp, serta beberapa ahli
nujum seperti Tumenggung Hanggawangsa, Mangkuyuda, serta Puspanegara untuk
mencari lokasi baru (www.kratonsurakarta.com).
Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka Desa Solo ditetapkan
sebagai lokasi baru untuk menggantikan Keraton Kartasura. Pembangunan keraton
dilakukan dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan
bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat Kota Wonogiri. Yang menarik,
salah satu arsitek pembangunan keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat
Susuhunan yang kelak memberontak dan berhasil mendirikan Kesultanan Yogyakarta
dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I. Sehingga tidak mengherankan jika
bangunan Keraton Yogyakarta memiliki banyak kemiripan dengan Keraton Surakarta.
Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama Keraton Surakarta
Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17 Februari 1745
(atau Rabu Pahing 14 Sura 1670 Penanggalan Jawa, Wuku Landep, Windu Sancaya)
(http://id.wikipedia.org).
Keraton Surakarta yang dapat dilihat sekarang bukan bentuk asli
dari bangunan awal pada masa Paku Buwana II. Secara bertahap, bangunan keraton
telah beberapa kali mengalami renovasi meskipun tetap mempertahankan pola dasar
tata ruang aslinya. Renovasi secara besar-besaran dilakukan pada masa Paku
Buwana X yang bertahta antara 1893 - 1939. Dalam renovasi terbesar ini,
bangunan keraton mulai mengadopsi gaya bangunan Eropa dengan nuansa warna putih
dan biru yang menjadi warna khas kerajaan.
Wisatawan yang ingin menikmati peninggalan sejarah Kerajaan
Mataram Surakarta ini diwajibkan untuk mematuhi berbagai peraturan, seperti
tidak memakai topi, kacamata hitam, celana pendek, sandal, serta jaket. Bagi
wisatawan yang memakai celana pendek, dapat meminjam kain bawahan untuk
digunakan selama mengelilingi kawasan keraton.
B. Keistimewaan
Mengunjungi Keraton Solo, dari arah depan Anda akan menyaksikan
susunan kota lama khas Jawa, yaitu sebuah bangunan keraton yang dikitari oleh
Alun-alun, Pasar Klewer, dan Masjid Agung Surakarta. Memasuki bagian depan
keraton, wisatawan dapat melihat bangunan yang disebut Sasana Sumewa dan sebuah
meriam berbahan perunggu bernama Kiai Rancawara. Bangunan ini dahulu digunakan
sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara Raja dan para
bawahannya. Di tempat ini wisatawan masih bisa menyaksikan Dhampar Kencana
(singgasana raja) yang terletak di Siti Hinggil Lor (Siti Hinggil bermakna
tanah yang ditinggikan sebagai tempat kedudukan raja). Pengunjung dilarang
menaiki area ini, sebab tempat tersebut sangat dihormati dan dianggap keramat.
Dari Siti Hinggil, wisatawan akan memasuki Kori Renteng dan Kori
Mangu(kori bermakna pintu, renteng bermakna pertentangan dalam hati, sementara
mangu berarti ragu-ragu). Pada bagian selanjutnya, wisatawan melewati Kori
Brojonolo (brojo = senjata, nolo = pikiran). Jadi, mereka yang melewati
pintu-pintu ini diminta untuk meneguhkan hati, membuang rasa ragu, dan
memantapkan pikiran untuk selalu waspada (http://earief.wordpress.com). Pada
bagian selanjutnya, pengunjung akan sampai di pelataran Kamandungan Lor,
kemudian Sri Manganti dan akhirnya mengunjungi museum keraton yang bernama
Museum Keraton Surakarta Hadiningrat.
Di museum ini, wisatawan dapat menyaksikan benda-benda peninggalan
Keraton Kasunanan Surakarta serta beberapa fragmen candi yang ditemukan di Jawa
Tengah. Pada ruang pertama, pengunjung dapat melihat benda-benda yang pernah
digunakan sebagai alat memasak abdi dalem (pembantu raja), seperti dandang,
mangkuk, serta beberapa peralatan dari gerabah. Ada juga ruangan yang digunakan
untuk memamerkan senjata-senjata kuno, seperti tombak, pedang, meriam, hingga
pistol jaman dulu yang digunakan oleh keluarga keraton. Berbagai peralatan
kesenian yang biasa ditampilkan di Keraton Surakarta, seperti gamelan dan
topeng, juga dipamerkan di museum ini. Koleksi menarik lainnya yang dapat
dinikmati adalah kereta kencana, dayung sampan sepanjang 5 meter, serta topi
kebesaran Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, serta Paku Buwana X. Apabila ingin
mengetahui sejarah pembagian Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta berdasarkan
Perjanjian Giyanti 1755, wisatawan dapat melihat silsilah para penguasa dan
penerus Mataram Islam yang berpuncak pada Panembahan Senopati, raja pertama
Mataram Islam.
Setelah puas menimba pengetahuan sejarah di Museum Keraton Surakarta,
wisatawan bisa beranjak menuju Sasana Sewaka yang berada di samping museum.
Pada halaman Sasana Sewaka yang dihiasi oleh pohon sawo kecik, wisatawan
diharuskan melepas alas kaki untuk berjalan di hamparan pasir halus yang
diambil dari Gunung Merapi dan pantai Parangkusumo. Di lingkungan Sasana Sewaka
ini, wisatawan dilarang mengambil atau membawa pasir halus yang terdapat di
tempat tersebut.
Di kawasan ini juga terdapat sebuah menara yang disebut Panggung
Sanggabuwana. Konon, menara tersebut digunakan oleh Susuhunan untuk bersemedi
dan bertemu dengan Nyai Rara Kidul, penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai
tempat semedi, Panggung Sanggabuwana sebetulnya juga berfungsi sebagai menara
pertahanan, yaitu untuk mengontrol keadaan di sekeliling keraton. Keraton
Kasunanan Surakarta memiliki luas sekitar 500 meter X 700 meter yang
dikelilingi oleh dinding pertahanan (benteng) yang disebut Baluarti. Dinding
tersebut mengelilingi keraton setinggi 3 hingga 5 meter, tebal sekitar 1 meter,
dengan bentuk persegi panjang.
C. Lokasi
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terletak di Pusat Kota
Solo, yaitu di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta,
Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
D. Harga Tiket
Wisatawan yang hendak berkunjung ke Keraton Surakarta dikenai
biaya tiket sebesar Rp. 4.000,00 per orang. Jika memwawa kamera, dikenakan
tiket tambahan sebesar Rp. 2.000,00. Keraton Surakarta melayani kunjungan
wisatawan setiap Senin hingga Kamis pada pukul 09.00 - 14.00 WIB. Pada hari
Sabtu dan Minggu pukul 09.00 - 15.00 WIB. Sementara hari Jum'at tutup.
Apabila wisatawan berminat mengunjungi Museum Keraton Surakarta
yang berada di dalam kompleks keraton, wisatawan akan dikenakan tiket tambahan,
yaitu Rp. 4.000,00 untuk wisatawan domestik, dan Rp. 8.000,00 untuk wisatawan
mancanegara. Untuk izin memotret, dikenakan tiket sebesar Rp. 2.000,00 untuk
tiap kamera. Bagi pengunjung yang datang berombongan akan dikenakan potongan
tiket sebesar Rp. 500,00 per orang. Museum ini buka pada hari Senin hingga
Kamis pukul 09.00 - 14.00 WIB. Sabtu atau Minggu pukul 09.00 - 15.00 WIB,
sedangkan pada hari Jum'at tutup.
E. Jalur Akses
Kota Solo merupakan kota perlintasan Yogyakarta - Surabaya. Dari
Yogyakarta, Solo terletak sekitar 65 kilometer arah Timur, sementara dari
Surabaya, Kota Solo terletak sekitar 285 kilometer arah Barat. Dari kota besar
lainnya, yaitu dari Semarang, Solo terletak sekitar 100 kilometer arah
Tenggara. Untuk menuju Kota Solo, wisatawan dapat memanfaatkan transportasi
udara mendarat di Bandar Udara Adi Sumarmo, Solo, atau menggunakan jasa bus dan
kereta menuju Terminal Tirtonadi dan Stasiun Balapan Solo. Dari Bandara,
terminal, maupun stasiun, wisatawan dapat memanfaatkan bus kota, angkot, taksi,
maupun andong untuk menuju ke pusat kota mengunjungi Keraton Surakarta.
F. Akomodasi dan Fasilitas
Lainnya
Kawasan keraton telah dilengkapi dengan fasilitas yang diperuntukkan bagi wisatawan. Seperti pemandu wisata, peminjaman pakaian khas Jawa, brosur wisata, serta toilet. Untuk keperluan sholat, wisatawan dapat memanfaatkan Masjid Agung Surakarta yang terletak tidak jauh di depan keraton. Mengunjungi ini belum tentu lengkap jika tidak berbelanja baju batik atau benda-benda seni sebagai cenderamata yang dijual disekitar keraton. Untuk memburu koleksi baju batik yang lebih lengkap, wisatawan dapat berjalan kaki menuju Pasar Klewer yang berjarak sekitar 200 meter dari Keraton Surakarta.
Sebagai sebuah kota transit yang berkembang pesat, Kota Surakarta juga telah memiliki berbagai fasilitas penginapan berupa hotel melati ataupun hotel berbintang. Dikota ini juga tidak sulit untuk mencari rumah makan yang menyajikan menu masakan khas Solo, maupun menu makanan internasional.
Sumber : www.wisatamelayu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar