Jumat, 10 Agustus 2012

Ujian dalam Iman



Hidup tak selalunya menawarkan kemulusan jalan takdir yang membuat kita selalu merasa bahagia dan bahagia. Ada kalanya Allah mencobakan pada diri kita, untuk bertemu dengan episode fitnah, kebencian dan efek samping dari rasa iri pada diri orang lain yang tak menyukai kita. Hal itu kadang mau tak mau memaksa diri untuk harus melaluinya, walau dengan bagaimana rasanya hati dan keadaan logika. Dan bagaimanakah sikap terbaik bagi kita saat harus harus menjadi pelakon dari semua itu?

Sejarah telah mengukir sebuah kisah mulia, dari pribadi yang dirindukan oleh surga, Rasulullah Sallallahu alaihi wassalam, yang dari beliau kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebaik- baiknya panutan. Tak terkecuali tentang keanggunan dan kedamaian beliau dalam menghadapi fitnah, kebencian, permusuhan, dan hal- hal negatif lain yang digariskan Allah untuk menjadi cobaan dalam hidup-Nya.

Dan kemuliaan itu terwujud dalam indahnya akhlak  beliau yang seakan menjadi mutiara dalam hati orang beriman. Mutiara tentang ketinggian budi, yang membedakannya dengan sebuah batu. Mutiara yang bisa tetap muncul dan bersinar, walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam lumpur.

Dan jadilah nama beliau terabadikan hingga akhir jaman, sebagai seorang pribadi yang identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan di hormati kawan, dan bahkan sangat dirindukan surga.

Semua adalah karena kesholehan beliau, serta akses kuat hati-Nya yang selalu bergantung penuh kepada yang Maha Hidup, Dan yang maha melihat, Allah Swt. Tiada sama sekali kekhawatiran akan predikat penyair gila, tukang sihir, dan atau pendusta, yang telah disematkan kepada beliau dari orang- orang kafir. Yang beliau Lakukan hanyalah percaya, bahwa jika cobaan itu hadir, maka semua adalah bagian dari rencana Allah, seperti yang telah Allah firmankan dalam Al Qur'an yang mulia,
“Katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakal orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah: 51).

Dan begitulah, ketika hati telah berserah kepada sang Allah, maka akhirnya semuapun kemudian terasa begitu tenang, dan mengalir seperti dalamnya aliran sungai, yang sama sekali tidak terlihat beriak.

Maka sunggguh, seluruh rentetan polusi fitnah yang mampir di telinga, akan dengan mudah pergi, sebelum mereka meninggalkan bekas jejak mereka di hati orang- orang yang selalu Mengingat kebesaran dan Maha sempurnanya Allah Swt. Dan ketika mereka berbuat salah dan menyakiti sesama, sebelum orang lain menghujat dan menjelaskan tentang kesalahannya, maka hati nuraninya sendiri yang akan mengingatkan dan menghukumnya. Maka dari itu, dengan mudahnya pula, meluncur kata maaf seraya tekad kuat untuk memperbaiki kesalahannya. Namun ketika mereka tidak mendholimi seseorang, betapapun niat jahat orang lain terasa sangat memojokkan dan mengkambing hitamkannya, maka dengan tenang dan penuh tawakkal dia akan melewati ujian itu, bahkan seraya mendoakan tetap tentang yang terbaik bagi orang yang telah menjahatinya.

Dan semua hanyalah masalah waktu. Waktu  yang akan menguji keseriusan seseorang tentang seberapa benar yang telah dikatakannya benar. Dan waktu pula yang akan menjawab, tentang kamuflase kebenaran yang memang pada awalnya ditunjukkan sebagai benar, apakah tetap benar, dan atau berakhir dengan sebaliknya. Akhirnya, waktu pula yang akan memberi kesimpulan akhir tentang suatu pendapat kita

Lalu, mengapa kita masih harus bersedih dengan sebuah fitnah atau perkiraan manusia yang hanya berdasar pada referensi pikiran dan indra mereka yang sangat terbatas. Dan sudahkah kita mendahulukan ridho Allah dan pendapat-Nya, atas sesuatu yang kita perbuat atau kita ucapkan? Maka sudah saatnya jujur pada nurani kita sendiri.

"Allah tidak menjanjikan hidup selamanya bagaikan musim semi,namun Allah Menghadirkan musim gugur agar kita sedikit tertunduk memandang daun-daun yang berguguran. Tidak selamanya yang diatas tak pernah terjatuh,namun yang terpenting adalah bagaimana bijaknya kita menyikapi kejatuhan kita, adalah ketentuan-Nya. Tetap bersyukur dengan apapun yang terjadi..

Allah tidak menjanjikan hidup selamanya dalam musim kemarau, namun Allah singgahkan musim hujan karena bukti sayang Allah pada hamba-hamba-Nya. Allah Mengajari manusia dengan cara-cara-Nya yang sempurna. Andai kesusahan adalah gerimis, dan kesenangan adalah matahari,maka kita butuh kedua-duanya untuk melihat pelangi.."

Wallaahu a'lam bis showwab...


Kamis, 09 Agustus 2012

Tauto (Soto Pekalongan)




Bahan :
  • 150 gram hati paru
  • 150 gram paru-paru
  • 150 gram babat
  • 2 ½ liter air kaldu daging
  • 150 gram daging sapi bagian sandung lamur, potong-potong
  • 4 sdm minyak untuk menumis

Haluskan bumbu-bumbu dibawah ini :
  • 10 butir bawang merah
  • 6 siung bawang putih
  • 6 buah cabai merah keriting
  • 5 butir kemiri
  • ½ sdt merica butir
  • 1 ½ sdt garam
  • 2 ½ sdm tauco
  • 3 cm jahe, memarkan
  • 3 cm lengkuas, memarkan
  • 2 lembar daun salam
  • 2 batang serai, memarkan
  • ½ sdt gula pasir

Pelengkap :
  • Soun, seduh dengan air panas, tiriskan
  • Irisan jeruk nipis
  • Sambal cabai rawit
  • Irisan daun bawang dan seledri
  • Lontong, siap pakai

Cara membuat :
  • Rebus jerohan secara terpisah sampai matang, kemudian buang airnya. Sisihkan. Didihkan air kaldu, masukkan potongan daging sandung lamur dan jerohan, masak sampai mendidih. Kecilkan apinya.
  • Panaskan minyak, tumis bumbu yang dihaluskan bersama tauco, jahe, lengkuas, daun salam, serai, dan gula pasir sampai harum dan matang. Angkat, masukkan tumisan bumbu dalam kaldu mendidih, aduk rat.
  • Masak kembali sampai daging empuk.
  • Siapkan bahan pelengkap dan siram dengan kuah soto, taburkan irisan daun bawang dan seledri. 
  • Hidangkan.

...:: SELAMAT MENCOBA ::...

Keraton Kasunanan Surakarta



A.  Deskripsi

Solo atau Kota Surakarta adalah kota kuno yang dibangun oleh Paku Buwana II. Riwayat kota ini tidak bisa lepas dari sejarah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang merupakan penerus trah Kerajaan Mataram Islam yang dibangun oleh Panembahan Senopati. Keraton Mataram Islam memang beberapa kali berpindah tempat, pertama dari Keraton Kotagede (Kota Yogyakarta) berpindah ke Keraton Plered (Kab. Bantul) pada masa Amangkurat I, kemudian pada masa Amangkurat II berpindah ke Keraton Kartasura (Kab. Sukoharjo) karena Keraton Plered rusak akibat pemberontakan Trunojoyo. Keraton Kartasura digunakan oleh Amangkurat II hingga masa Paku Buwana II (antara tahun 1680—1742 Masehi) (http://id.wikipedia.org).

Pada masa pemerintahan Paku Buwana II, terjadi peristiwa “Geger Pecinan”, yaitu pemberontakan laskar-laskar Cina yang didukung oleh beberapa pangeran dan kerabat raja. Menurut www.kratonsurakarta.com, pemberontakan ini dimulai sejak 1740 ketika VOC memberlakukan kebijakan untuk mengurangi jumlah orang Cina di Batavia, sehingga banyak orang Cina yang mengungsi ke wilayah Jawa Tengah dan membentuk laskar-laskar perlawanan. Pelarian laskar-laskar Cina tersebut ternyata mendapat dukungan dari para bupati di wilayah pesisir. Secara diam-diam, Paku Buwana II juga mendukung gerakan perlawanan laskar Cina terhadap VOC ini melalui patih kerajaan, yaitu Adipati Natakusuma. Tujuannya untuk memukul mundur kekuasaan VOC di wilayah kekuasaan Mataram Kartasura.

Namun, melihat Kota Semarang yang menjadi pusat VOC di Timur Batavia tidak kunjung jatuh ke tangan orang-orang Cina, Paku Buwana II menarik dukungannya dan kembali memihak VOC untuk memerangi perlawanan laskar Cina. Untuk menutupi kecurigaan VOC, Susuhunan (artinya ‘yang disembah‘, sebutan untuk Raja) menangkap Adipati Natakusuma yang akhirnya dihukum buang ke Sailon (Srilanka). Akan tetapi, ternyata kekuatan pasukan Cina tidak berangsur surut, melainkan tambah kuat dengan dukungan Bupati Pati, Bupati Grobogan, dan beberapa kerabat raja. Bahkan laskar Cina ini mampu mengangkat Mas Garendi (cucu Amangkurat III) sebagai penguasa yang baru atas kerajaan Mataram Kartasura dengan gelar Sunan Kuning (yang bermakna raja yang didukung oleh orang Cina).

Pada tahun 1742, pihak kerajaan makin terdesak, sehingga Raja, kerabat, dan pengikutnya yang masih setia harus mengungsi ke Ponorogo, Jawa Timur. Para pemberontak berhasil menduduki dan merusak bangunan Keraton Kartasura. Pemberontakan baru dapat dipadamkan setelah Paku Buwana II dibantu pasukan VOC menyerbu laskar Cina (http://id.wikipedia.org). Meskipun kembali bertahta, namun Susuhunan merasa pusat kerajaan di Keraton Kartasura tidak layak lagi untuk ditempati. Sebab, menurut kepercayaan Jawa, keraton yang sudah rusak telah kehilangan “wahyu”. Oleh sebab itu, maka Susuhunan kemudian menugaskan Adipati Pringgalaya, Adipati Sindureja, Mayor Higendorp, serta beberapa ahli nujum seperti Tumenggung Hanggawangsa, Mangkuyuda, serta Puspanegara untuk mencari lokasi baru (www.kratonsurakarta.com).

Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka Desa Solo ditetapkan sebagai lokasi baru untuk menggantikan Keraton Kartasura. Pembangunan keraton dilakukan dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat Kota Wonogiri. Yang menarik, salah satu arsitek pembangunan keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat Susuhunan yang kelak memberontak dan berhasil mendirikan Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I. Sehingga tidak mengherankan jika bangunan Keraton Yogyakarta memiliki banyak kemiripan dengan Keraton Surakarta. Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17 Februari 1745 (atau Rabu Pahing 14 Sura 1670 Penanggalan Jawa, Wuku Landep, Windu Sancaya) (http://id.wikipedia.org).

Keraton Surakarta yang dapat dilihat sekarang bukan bentuk asli dari bangunan awal pada masa Paku Buwana II. Secara bertahap, bangunan keraton telah beberapa kali mengalami renovasi meskipun tetap mempertahankan pola dasar tata ruang aslinya. Renovasi secara besar-besaran dilakukan pada masa Paku Buwana X yang bertahta antara 1893 - 1939. Dalam renovasi terbesar ini, bangunan keraton mulai mengadopsi gaya bangunan Eropa dengan nuansa warna putih dan biru yang menjadi warna khas kerajaan.

Wisatawan yang ingin menikmati peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Surakarta ini diwajibkan untuk mematuhi berbagai peraturan, seperti tidak memakai topi, kacamata hitam, celana pendek, sandal, serta jaket. Bagi wisatawan yang memakai celana pendek, dapat meminjam kain bawahan untuk digunakan selama mengelilingi kawasan keraton.

B.  Keistimewaan

Mengunjungi Keraton Solo, dari arah depan Anda akan menyaksikan susunan kota lama khas Jawa, yaitu sebuah bangunan keraton yang dikitari oleh Alun-alun, Pasar Klewer, dan Masjid Agung Surakarta. Memasuki bagian depan keraton, wisatawan dapat melihat bangunan yang disebut Sasana Sumewa dan sebuah meriam berbahan perunggu bernama Kiai Rancawara. Bangunan ini dahulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara Raja dan para bawahannya. Di tempat ini wisatawan masih bisa menyaksikan Dhampar Kencana (singgasana raja) yang terletak di Siti Hinggil Lor (Siti Hinggil bermakna tanah yang ditinggikan sebagai tempat kedudukan raja). Pengunjung dilarang menaiki area ini, sebab tempat tersebut sangat dihormati dan dianggap keramat.



Dari Siti Hinggil, wisatawan akan memasuki Kori Renteng dan Kori Mangu(kori bermakna pintu, renteng bermakna pertentangan dalam hati, sementara mangu berarti ragu-ragu). Pada bagian selanjutnya, wisatawan melewati Kori Brojonolo (brojo = senjata, nolo = pikiran). Jadi, mereka yang melewati pintu-pintu ini diminta untuk meneguhkan hati, membuang rasa ragu, dan memantapkan pikiran untuk selalu waspada (http://earief.wordpress.com). Pada bagian selanjutnya, pengunjung akan sampai di pelataran Kamandungan Lor, kemudian Sri Manganti dan akhirnya mengunjungi museum keraton yang bernama Museum Keraton Surakarta Hadiningrat.


Di museum ini, wisatawan dapat menyaksikan benda-benda peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta serta beberapa fragmen candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Pada ruang pertama, pengunjung dapat melihat benda-benda yang pernah digunakan sebagai alat memasak abdi dalem (pembantu raja), seperti dandang, mangkuk, serta beberapa peralatan dari gerabah. Ada juga ruangan yang digunakan untuk memamerkan senjata-senjata kuno, seperti tombak, pedang, meriam, hingga pistol jaman dulu yang digunakan oleh keluarga keraton. Berbagai peralatan kesenian yang biasa ditampilkan di Keraton Surakarta, seperti gamelan dan topeng, juga dipamerkan di museum ini. Koleksi menarik lainnya yang dapat dinikmati adalah kereta kencana, dayung sampan sepanjang 5 meter, serta topi kebesaran Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, serta Paku Buwana X. Apabila ingin mengetahui sejarah pembagian Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta berdasarkan Perjanjian Giyanti 1755, wisatawan dapat melihat silsilah para penguasa dan penerus Mataram Islam yang berpuncak pada Panembahan Senopati, raja pertama Mataram Islam.



Setelah puas menimba pengetahuan sejarah di Museum Keraton Surakarta, wisatawan bisa beranjak menuju Sasana Sewaka yang berada di samping museum. Pada halaman Sasana Sewaka yang dihiasi oleh pohon sawo kecik, wisatawan diharuskan melepas alas kaki untuk berjalan di hamparan pasir halus yang diambil dari Gunung Merapi dan pantai Parangkusumo. Di lingkungan Sasana Sewaka ini, wisatawan dilarang mengambil atau membawa pasir halus yang terdapat di tempat tersebut.

Di kawasan ini juga terdapat sebuah menara yang disebut Panggung Sanggabuwana. Konon, menara tersebut digunakan oleh Susuhunan untuk bersemedi dan bertemu dengan Nyai Rara Kidul, penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai tempat semedi, Panggung Sanggabuwana sebetulnya juga berfungsi sebagai menara pertahanan, yaitu untuk mengontrol keadaan di sekeliling keraton. Keraton Kasunanan Surakarta memiliki luas sekitar 500 meter X 700 meter yang dikelilingi oleh dinding pertahanan (benteng) yang disebut Baluarti. Dinding tersebut mengelilingi keraton setinggi 3 hingga 5 meter, tebal sekitar 1 meter, dengan bentuk persegi panjang.


C.  Lokasi

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terletak di Pusat Kota Solo, yaitu di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.

D.  Harga Tiket

Wisatawan yang hendak berkunjung ke Keraton Surakarta dikenai biaya tiket sebesar Rp. 4.000,00 per orang. Jika memwawa kamera, dikenakan tiket tambahan sebesar Rp. 2.000,00. Keraton Surakarta melayani kunjungan wisatawan setiap Senin hingga Kamis pada pukul 09.00 - 14.00 WIB. Pada hari Sabtu dan Minggu pukul 09.00 - 15.00 WIB. Sementara hari Jum'at tutup.

Apabila wisatawan berminat mengunjungi Museum Keraton Surakarta yang berada di dalam kompleks keraton, wisatawan akan dikenakan tiket tambahan, yaitu Rp. 4.000,00 untuk wisatawan domestik, dan Rp. 8.000,00 untuk wisatawan mancanegara. Untuk izin memotret, dikenakan tiket sebesar Rp. 2.000,00 untuk tiap kamera. Bagi pengunjung yang datang berombongan akan dikenakan potongan tiket sebesar Rp. 500,00 per orang. Museum ini buka pada hari Senin hingga Kamis pukul 09.00 - 14.00 WIB. Sabtu atau Minggu pukul 09.00 - 15.00 WIB, sedangkan pada hari Jum'at tutup.

E.  Jalur Akses

Kota Solo merupakan kota perlintasan Yogyakarta - Surabaya. Dari Yogyakarta, Solo terletak sekitar 65 kilometer arah Timur, sementara dari Surabaya, Kota Solo terletak sekitar 285 kilometer arah Barat. Dari kota besar lainnya, yaitu dari Semarang, Solo terletak sekitar 100 kilometer arah Tenggara. Untuk menuju Kota Solo, wisatawan dapat memanfaatkan transportasi udara mendarat di Bandar Udara Adi Sumarmo, Solo, atau menggunakan jasa bus dan kereta menuju Terminal Tirtonadi dan Stasiun Balapan Solo. Dari Bandara, terminal, maupun stasiun, wisatawan dapat memanfaatkan bus kota, angkot, taksi, maupun andong untuk menuju ke pusat kota mengunjungi Keraton Surakarta.

F.  Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Kawasan keraton telah dilengkapi dengan fasilitas yang diperuntukkan bagi wisatawan. Seperti pemandu wisata, peminjaman pakaian khas Jawa, brosur wisata, serta toilet. Untuk keperluan sholat, wisatawan dapat memanfaatkan Masjid Agung Surakarta yang terletak tidak jauh di depan keraton. Mengunjungi ini belum tentu lengkap jika tidak berbelanja baju batik atau benda-benda seni sebagai cenderamata yang dijual disekitar keraton. Untuk memburu koleksi baju batik yang lebih lengkap, wisatawan dapat berjalan kaki menuju Pasar Klewer yang berjarak sekitar 200 meter dari Keraton Surakarta.

Sebagai sebuah kota transit yang berkembang pesat, Kota Surakarta juga telah memiliki berbagai fasilitas penginapan berupa hotel melati ataupun hotel berbintang. Dikota ini juga tidak sulit untuk mencari rumah makan yang menyajikan menu masakan khas Solo, maupun menu makanan internasional.

Sumber : www.wisatamelayu.com